Senin, 23 Juli 2012

Wah Payah, Kantin Kejujuran Di KPK Sendiripun Nyaris Bangkrut





[imagetag]


Santi, seorang wartawati yang sedang hamil dan biasa meliput di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ingin mengambil minuman ringan yang dititipkannya 15 menit yang lalu di lemari pendingin warung kejujuran gedung KPK.



Baru melihat dari kejauhan, dia tersadar bahwa kotak itu sudah hilang dari tempat dia menaruhnya. Bingung, dia pun melihat ke sekeliling. Berharap orang yang mengambilnya belum sempat meminum. Minuman itu terasa berharga baginya untuk memenuhi kehausan bayi di dalam janinnya.

Ternyata minuman itu sudah berpindah tangan ke seorang pria kurus yang sedang menunggu giliran untuk bertemu dengan pihak Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Ketika ditegur wartawan lainnya, dia mengelak dengan berkata "oh saya pikir ini dijual" dan tidak berusaha untuk mengembalikan atau paling tidak meminta maaf atas kekhilafannya.



Pertanyaannya, apakah dia membayar minuman yang bukan miliknya itu? Lalu, jika membayar, berapa besaran harga yang dia bayar? Tidak ada yang tahu hingga seorang satpam KPK yang menghampiri dan menegur.

Dengan takut-takut dan segera, ia pun merogoh kantung celananya. Memberikan uang kepada satpam, tanpa terlebih dulu bertanya soal harga. Maksudnya, dia ingin membayar minuman tadi. Tak lupa dia menitip pesan maaf.



Peristiwa ini bukan satu dua kali terjadi di kantor yang seharusnya bersih dari tindakan korupsi. Nyatanya, orang-orang "biasa" tidak takut untuk korupsi dan hanya tunduk apabila pihak berwajib yang mendatanginya.



Penuh Godaan

Sudah pasti warung kejujuran bukan hal yang baru di negara ini. Semenjak gerakan antikorupsi didengungkan, warung tanpa penjaga itu merebak populer untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kejujuran dalam konteks yang paling sederhana.



Godaan untuk korupsi kecil di kantor ini memang besar. Ini karena di pojok lalu lalang ruang tamu, terletak warung kejujuran. Warung itu tidak besar, namun sangat menggoda untuk bisa "digarap" demi mencari keuntungan.

Bagaimana tidak, etalase itu tidak berupa kotak kaca berpengunci yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan dikunci. Dia hanya berupa rak terbuka bertingkat 3 yang selalu diisi penuh dengan roti dan kue basah tiap pagi.

Di sampingnya terdapat lemari es kecil untuk menyimpan sejumlah minuman ringan. Di kaca penutup tertulis merek dan harga minuman ringan tadi. Biasanya hanya tiga merek minuman ringan yang tersaji.



Para pembeli bisa membayar dengan meletakkan uangnya di kotak kaca transparan melalui lubang besar seukuran lebih kepalan tangan orang dewasa. Jika gatal ingin merogoh dan memiliki isinya, tentu saja bisa.

Rupanya, godaan merogoh uang dan menggarong makanan dan minuman benar-benar terjadi di dalam gedung pemberantasan korupsi ini. Menurut pengelola warung kejujuran KPK, baru satu tahun terakhir warung ini mendatangkan keuntungan.



Niken, salah satu pengelola warung kejujuran mengatakan, tiga tahun pertama warung itu dibuka, dia bersama teman-temannya sesama pegawai KPK harus menombok kepada agen makanan dan minuman tersebut.

Pegawai bagian Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK ini bercerita bahwa hampir setiap hari warung tersebut harus rugi sekitar Rp 100.000. Tidak begitu jelas apakah disebabkan pembeli yang tidak membayar atau banyak tangan gatal yang suka mengambil uang bergeletakan tanpa penjagaan.

Warung kejujuran ini, kata Niken, awalnya adalah wujud program edukasi bagiannya di lingkup pegawai kantor KPK saja. Nyatanya, program itu berkembang sehingga para pengunjung KPK juga bisa ikut dibiasakan hidup jujur.



Ternyata tidak mudah membangun pola pikir jujur dalam waktu yang singkat. Seperti disebutkan di atas, untuk kebutuhan perut saja, butuh waktu tiga tahun untuk melihat adanya kemajuan atas kemauan hidup jujur.

SUMBER



--------------------------------------------------------------------

Saya jadi ingat, waktu jaman SMP dulu. Tiap kali mau ulangan matematika, pasti soal no 1 nya begini



1. Saya : . . . . .(wajib ditulis jujur)



yang fungsinya buat ngingetin siswanya kalo ulangannya itu murni hasil kerja sendiri. Emang betul, moral dan mentalitas mesti dibentuk sejak dini. Bukan pas udah brewokan :D